welcome to my blog ;)

welcome to my blog ;)
http://www.bersandarmedia.blogspot.com

Jumat, 10 Februari 2017

Makalah Selawat di iringi musik

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan masalah 2
C. Tujuan penulisan 2
D. mamfaat 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sholawat 3
B. Hadis-Hadits Yang Mensyari’atkan Bersholawat 5
C. Hukum Melantunkan Sholawat Diiringi Alat Musik 7
1. Makruh 8
2. Haram 9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan 14
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Bersholawat kepada Nabi Muhammad  SAW merupakan salah satu ibadah yang sangat agung. Ia termasuk dalam amalan-amalan ringan yang sangat besar pahala dan keutamaannya. Seorang muslim yang setia dan mencintai Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan baik dan benar akan senantiasa memperbanyak sholawat dan salam kepada beliau sesuai dengan bacaan yang diajarkan dan dicontohkan oleh beliau.
Mereka masih saja ada yang melarang melantunkan sholawat diiringi alat musik Tidak ada larangan untuk melantunkan sholawat dengan iringan alat musik dari Tuhannya kaum muslim yakni Allah Azza wa Jalla. Begitupula tidak ada larangan untuk melantunkan sholawat dengan iringan alat musik yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Hukum dalam Islam yang dikenal dengan hukum taklifi yang membatasi diri kita untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perbuatan ada lima yakni wajib , sunnah (mandub), mubah, makruh, haram. Bahkan pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , pada resepsi pernikahan, adalah hal yang umum diisi dengan hiburan berupa melantunkan syair pujian yang diiringi alat musik seperti rebana.
Berawal dari masalah ini, saya akan mencoba membahas tata cara mengenai membaca sholawat agar bernilai ibadah.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan ini akan dipaparkan hal-hal yang berkaitan dengan sholawat di iringi musik, yakni berupa pengertian sholawat, dalil yang mensyari’atkan bersholawat, cara bersholawat yang benar dan hukum berselawat dengan di iringi musik, bershalawat kepada Rasulullah S.A.W.

C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan pandangan kepada pembaca mengenai pengertian sholawat, dalil yang mensyari’atkan bersholawat, cara bersholawat yang benar dan hukum dengan di iringi musik, bershalawat kepada Rasulullah S.A.W.
















BAB II
PEMBAHASAN
 


A. Pengertian Sholawat
Sholawat menurut bahasa ialah ada dua makna yakni do’a atau mendoakan agar diberkahi, adapun yang kedua ialah beribadah kepada Allah SWT semata-mata untuk mencari ridoNya. Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 103 :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Adapun menurut istilah sholawat merupakan puji-pujian yang ditujukan kepada baginda Rasulullah saw, sesuai dengan firman Allah SWT yang tercantum dalam surat al-Ahzab ayat 56
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.
Al-Hafizh ibn Katsir menyatakan dalam Tafsirnya, maksud dari ayat ini adalah hamba Allah SWT mengabarkan kepada para hamba-Nya mengenai kedudukan hamba dan Nabi-Nya di sisi-Nya dihadapan penghuni alam atas (langit). Bahwa Dia memuji-mujinya dihadapan para malaikat yang didekatkan dan bahwa para malaikat juga bersholawat kepada beliau. Kemudian Allah SWT memerintahkan penghuni alam bawah (bumi) untuk mengucapkan sholawat dan taslim kepada beliau, sehingga berkumpullah pujian dari penghuni kedua alam tersebut seluruhnya kepada beliau.
“Dengan ayat ini Allah memuliakan Rasul-Nya baik semasa hidup maupun setelah beliau wafat, disebutkan pula kedudukan beliau; selain itu dengan ayat ini pula Allah membersihkan seluruh kesalahan diri dan keluarga beliau. Sehingga, makna shalawat Allah atas beliau adalah rahmat dan ridha-Nya, adapun shalawat dari malaikat adalah do’a dan istighfar, sedangakan shalawat dari umatnya adalah do’a dan menghormati serta mengagungkan perintahnya”, ungkap Imam al-Qurthuby dalam tafsirnya
Tentang makna sholawat menurut Imam Bukhari dalam shohihnya “abul ‘Aliyah berkata sholawat Allah kepada beliau adalah pujian-Nya kepada beliau dihadapan para malaikat. Adapun sholawat para malaikat kepada beliau adalah bermakna do’a.

B. Hadis-Hadits Yang Mensyari’atkan Bersholawat
Adapun diantara hadits-hadits yang mensyari’atkan perintah untuk bersholawat kepada Rasulullah adalah sebagai berikut
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم : لا تجعلوا بيوتكم ولا تجعلوا قبري عيدا و صلوا عليّ فإنّ صلاتكم تبلغني حيث كنتم
Dari Abu Hurairah bersabda: “ Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kunuran, dan jangnalah kalian menjadikan kunuranku sebagai tempat perayaan, bersholawatlah kepadaku karena sesungguhnya ucapan sholawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun kalaian berada”. (HR. Abu Daud) dengan sanad Hasan
hadits dari Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari, ia menyampaikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ ، يَأْتِيهِمْ – يَعْنِى الْفَقِيرَ – لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا . فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ          
“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 5590).
Yang dimaksud oleh Al-Ma’azif dalam hadits di atas adalah sesuatu yang melalaikan (Al-Malahiy). Sedangkan Imam Al-Qurthubi, dari Al-Jauhari menyatakan bahwa Al-Ma’azif adalah Al-Ghina’ (alat musik). Demikian penjelasan dalam Fathul Bari (10: 54) karya Ibnu Hajar.

C. Hukum Melantunkan Sholawat Diiringi Alat Musik
Dalam kitabnya, Al Umm, Imam Asy Syafi’i rahimahullah menegaskan lagi bahwa:

(قَالَ الشَّافِعِيُّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى): “فِي الرَّجُلِ يُغَنِّي فَيَتَّخِذُ الْغِنَاءَ صِنَاعَتَهُ يُؤْتَى عَلَيْهِ وَيَأْتِي لَهُ، وَيَكُونُ مَنْسُوبًا إلَيْهِ مَشْهُورًا بِهِ مَعْرُوفًا، وَالْمَرْأَةُ، لَا تَجُوزُ شَهَادَةُ وَاحِدٍ مِنْهُمَا؛ وَذَلِكَ أَنَّهُ مِنْ اللَّهْوِ الْمَكْرُوهِ الَّذِي يُشْبِهُ الْبَاطِلَ، وَأَنَّ مَنْ صَنَعَ هَذَا كَانَ مَنْسُوبًا إلَى السَّفَهِ وَسُقَاطَة الْمُرُوءَةِ، وَمَنْ رَضِيَ بِهَذَا لِنَفْسِهِ كَانَ مُسْتَخِفًّا، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مُحَرَّمًا بَيِّنَ التَّحْرِيمِ، وَلَوْ كَانَ لَا يَنْسُبُ نَفْسَهُ إلَيْهِ، وَكَانَ إنَّمَا يُعْرَفُ بِأَنَّهُ يَطْرَبُ فِي الْحَالِ فَيَتَرَنَّمُ فِيهَا، وَلَا يَأْتِي لِذَلِكَ، وَلَا يُؤْتَى عَلَيْهِ، وَلَا يَرْضَى بِهِ لَمْ يُسْقِطْ هَذَا شَهَادَتَهُ، وَكَذَلِكَ الْمَرْأَةُ." (الأم للشافعي (6/ 226)- الشاملة).

“Seorang lelaki yang menyanyi dan menjadikannya sebagai pekerjaan, adakalanya ia diundang dan adakalanya ia didatangi sehingga ia dikenal dengan sebutan penyanyi, juga seseorang wanita (yang seperti itu), maka tidak diterima sumpah persaksiannya. Karena menyanyi termasuk permainan yang dibenci. Tetapi, adalah yang lebih tepat, siapa saja yang melakukannya, maka ia disebut sebagai orang dungu (bodoh) dan mereka termasuk orang yang sudah tiada harga diri (jatuh kehormatannya)…" (Asy Syafi’i, Al Umm, 6/226).
Dalam madzhab Asy Syafi’i sendiri dinyatakan bahwa: “Diharamkan menggunakan dan mendengar alat-alat musik seperti biola, gambus, shonji (yaitu dua piring tembaga yang saling dipukulkan agar menghasilkan bunyi), gendang, seruling, dan sebagainya. Setiap alat musik yang bertali adalah haram tanpa hilaf. Dibolehkan duff (rebana) bagi majlis resepsi pernikahan, berkhitan, atau sejenisnya. Nyanyian jika tanpa alat musik, hukumnya makruh (dibenci) dan jika dengan diiringi alat-alat musik hukumnya adalah haram." (Lihat perbahasannya dalam kitab Mughni Al Muhtaj ila Ma’rifah Al Faz Al Minhaj, Kitab Asy Syahadat karya Imam Muhammad bin Ahmad bin Al Khathib Asy Syarbini).
Mereka masih saja ada yang melarang melantunkan sholawat diiringi alat musik Tidak ada larangan untuk melantunkan sholawat dengan iringan alat musik dari Tuhannya kaum muslim yakni Allah Azza wa Jalla. Begitupula tidak ada larangan untuk melantunkan sholawat dengan iringan alat musik yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Hukum dalam Islam yang dikenal dengan hukum taklifi yang membatasi diri kita untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perbuatan ada lima yakni
1. Wajib
2. sunnah (mandub)
3. mubah
4. makruh
5. haram.
Bahkan pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , pada resepsi pernikahan, adalah hal yang umum diisi dengan hiburan berupa melantunkan syair pujian yang diiringi alat musik seperti rebana.
Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin ‘Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaimana posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-budak wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewaan - keistimewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalkanlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.” (HR Bukhari 4750)
Sebuah kenyataan yang perlu diwaspadai adalah umat Islam yang terpengaruh dan mengikuti kelompok yang menamakan kelompok mereka sebagai Majelis Tafsir Al Qur’an namun mereka belum memenuhi syarat minimal penguasaan ilmu-ilmu yang terkait bahasa Arab atau ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) dan lain lain. sebagaimana yang telah disampaikan dalam tulisan pada Hukum Shalawat pada dasarnya wajib, namun dalam realisasinya masih terjadi perbedaan pendapat yang terklasifikasi sebagai berikut :
Menurut Imam Malik, kewajibannya hanya sekali seumur hidup.
• Menurut Imam al-Syafi'iy, hanya wajib dalam tasyahhud akhir di dalam shalat.
Selain dari kedua pendapat tersebut, ada beberapa pendapat lain di antaranya :
Wajib dibaca sekali dalam setiap perkumpulan (Majelis).
• Hanya wajib ketika mendengar sebutan nama Rasulullah.
• Wajib memperbanyak membacanya tanpa dibatasi dengan bilangan.
(Hasyiyah al-Shawiy 'Ala al-Jalalaini, juz 3, hal. 287; Toha Putra)
Pergeseran budaya dari masa ke masa dalam dunia seni, khususnya seni musik yang memuat seni olah suara (oral) dan permainan instrument alat musik membuat kalangan para pecinta shalawat juga terobsesi untuk mendendangkannya dengan lirik nada nan indah dengan iringan musik, mereka menggunakan berbagai alat musik, mulai dari yang klasik sampai alat-alat musik yang modern.
Fenomena ini akhirnya mempertanyakan kevalidannya, mengingat terdapat percampuran antara perkara yang haram dan yang halal. Namun sebelum melangkah ke sana, karena shalawat termasuk bentuk nyanyian, sebelumnya perlu ditinjau dulu hukum nyanyian secara umum (baik shalawat ataupun selainnya) ketika beriringan dengan alat musik dan di saat tidak beriringan, karena dalam masalah ini terdapat pemilahan. Dan berkenaan dengan hal itu, di antara pendapat yang ada menyatakan :
1. Makruh
Ketika tidak diiringi alat musik. Begitu juga usaha memperdengarkannya. Hukum makruh ini disertai dengan catatan tidak menimbulkan efek negatif (fitnah), kalau sampai dikhawatirkan akan terdapat fitnah maka hukumnya haram. Oleh karena itu, hukumnya akan tetap makruh walaupun didendangkan oleh seorang perempuan selain mahram, kalau memang aman dari fitnah. Bahkan al-Ghazaliy menambahkan, hukum menyanyi itu mengacu pada tujuan memdendangkannya.
Jika bermaksud untuk menenteramkan jiwa supaya lebih kuat dalam melaksanakan perintah-perintah syara', maka juga akan bernilai ketaatan (termasuk di sini adalah shalawat), sebaliknya apabila bertujuan maksiat maka akan bernilai maksiat pula, dan apabila hanya sekedar iseng tanpa tujuan maka tak bernilai suatu apapun (sia-sia) dan dimaafkan. Oleh karena itu, nyanyian di saat bekerja seperti tatkala mengangkat barang-barang berat, nyanyian orang Arab ketika memberi semangat Onta yang sedang melakukan perjalanan, atau lagu  yang dinyanyikan seorang ibu untuk menenangkan dan menghibur anaknya, lebih-lebih nyanyian penyemangat perang melawan orang kafir, karena ada tujuan-tujuan yang positif, maka hukumnya jawaz (diperbolehkan).

2. Haram
Ketika beriringan dengan alat-alat musik yang diharamkan (*). Pendapat ini merupakan pengejawantahan dari qa`idah :
إذا إجتمع الحلال والحرام غلب الحرام
Artinya : "Ketika berkumpul antara halal dan haram maka yang dimenangkan adalah yang haram".
Akan tetapi lain halnya dengan pendapat Imam al-Ramliy dan al-Zarkasyiy yang menggunakan metode analogi (qiyas). Mereka mengungkapkan bahwa keharamannya hanya berlaku terhadap alat-alat musiknya saja, tidak pada perbuatan mendendangkannya.
حاشية الجمل على المنهج ج 5 ص 380 | دار الفكر
(كَغِنَاءٍ) بِكَسْرِ الْغَيْنِ وَالْمَدِّ (بِلَا آلَةٍ وَاسْتِمَاعِهِ) فَإِنَّهُمَا مَكْرُوهَانِ لِمَا فِيهِمَا مِنْ اللَّهْوِ، أَمَّا مَعَ الْآلَةِ فَمُحَرَّمَانِ، وَتَعْبِيرِي بِالِاسْتِمَاعِ هُنَا وَفِيمَا يَأْتِي أَوْلَى مِنْ تَعْبِيرِهِ بِالسَّمَاعِ. (قَوْلُهُ: فَإِنَّهُمَا مَكْرُوهَانِ) أَيْ وَلَوْ مِنْ أَجْنَبِيَّةٍ أَوْ أَمْرَدَ إلا إنْ خَافَ فِتْنَةً أَوْ نَظَرًا مُحَرَّمًا وَإِلا حَرُمَ، وَلَيْسَ مِنْ الْغِنَاءِ مَا اُعْتِيدَ عِنْدَ مُحَاوَلَةِ عَمَلٍ وَحَمْلِ ثَقِيلٍ كَحَدْوِ الْأَعْرَابِ لِإِبِلِهِمْ وَغِنَاءِ النِّسَاءٍ لِتَسْكِيتِ صِغَارِهِمْ فَلَا شَكَّ فِي جَوَازِه،ِ قَالَ الْغَزَالِيُّ الْغِنَاءُ إنْ قُصِدَ بِهِ تَرْوِيحُ الْقَلْبِ لِيُقَوِّيَ عَلَى الطَّاعَةِ فَهُوَ طَاعَةٌ أَوْ عَلَى الْمَعْصِيَةِ فَهُوَ مَعْصِيَةٌ أَوْ لَمْ يُقْصَدْ بِهِ شَيْءٌ فَهُوَ لَهْوٌ مَعْفُوٌّ عَنْهُ ا هـ ح ل (قَوْلُهُ أَمَّا مَعَ الْآلَةِ فَمُحَرَّمَانِ)، وَهَذَا مَا مَشَى عَلَيْهِ الشَّارِحُ، وَاَلَّذِي مَشَى عَلَيْهِ م ر فِي شَرْحِهِ أَنَّ الْغِنَاءَ مَكْرُوهٌ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ وَالْآلَةَ مُحَرَّمَةٌ، وَعِبَارَتُهُ وَمَتَى اقْتَرَنَ بِالْغِنَاءِ آلَةٌ مُحَرَّمَةٌ فَالْقِيَاسُ كَمَا قَالَهُ الزَّرْكَشِيُّ تَحْرِيمُ الْآلَةِ فَقَطْ وَبَقَاءُ الْغِنَاءِ عَلَى الْكَرَاهَةِ، انْتَهَتْ. إهـ
Dalam permasalahan ini al-Ghazaliy dalam Ihya` 'Ulum al-Diin menjelaskan bahwa keharaman mendengar lagu dan juga usaha-usaha untuk memperdengarkannya disebabkan oleh faktor eksternal ('aridh), motif keharaman yang paling dominan adalah :
a. Bila dinyanyikan oleh seorang perempuan yang haram dipandang dan dikhawatirkan akan terjadi fitnah.
b. Bila instrument musik yang dipakai merupakan kegemaran dan kebiasaan para pemabuk dan waria (lelaki yang bertingkah laku seperti perempuan), yakni alat-alat musik yang telah tercantum dalam nash seperti al-Autar (segala macam alat musik yang berdawai), al-Mazamir (mewakili alat musik tiup selain dari terompet pemandu haji, terompet perang dan seruling pengembala), dan Thabl al-Kubah (alat musik pukul sejenis gendang kecil yang dipakai mukhannitsin (waria).
c. إحياء علوم الدين ج 2 ص 279 | دار الفكرفإن قلت فهل له حالة يحرم فيها ؟ فأقول إنه يحرم بخمسة عوارض ؛ عارض في المسمع وعارض في ألة الإسماع وعارض في نظم الصوت وعارض في نفس المستمع أو في مواظبته وعارض من كون الشخص من عوام الخلق، لأن أركان السماع هي المسمع والمستمع وألة الإسماع . العارض الأول أن يكون إمرأة لا يحل النظر إليها وتخشى الفتنة من سماعها، وفي معناها الصبي الأمراد --- إلى أن قال --- العارض الثاني في الألة بأن تكون من شعار أهل الشرب أو المخنثين وهو المزامير والأوتار وطبل الكوبة، فهذه ثلاثة أنواع ممنوعة، وما عدا على ذلك يبقى على أصل الإباحة كالدف وإن كان فيه الجلاجل وكالطبل والشاهين والضرب بالقضيب وسائر الألات. إهـ

Bila mengikuti alur dari pendapat Imam al-Ramliy dan al-Zarkasyiy maka akan didapati kepastian bahwa pahala dari membaca shalawat sekalipun dipadu dengan berbagai jenis instrument musik yang keharamannya sudah jelas, pahalanya masih tetap ada/didapat. Pernyataan seperti ini, tidaklah berlebihan karena shalawat memang memiliki fadhilah (keutamaan/keistimewaan) yang begitu besar, sehingga pahalanya tak akan sirna walau disertai perkara yang dilarang syara'. Bahkan al-Syathibiy dan al-Sanusiy mengungkapkan bahwa pahala shalawat tetap didapat walau terdapat unsur riya` (pamer; beramal karena ingin dilihat oleh manusia). (Syarh Bahjah al-Wasa`il, hal. 3; al-Hidayah)
Kerangka permasalahan serupa juga dapat kita temukan pada kasus seseorang yang mengerjakan shalat dengan mengenakan barang ghashab-an. Pada konteks ini di antara ulama juga masih terjadi perbedaan pendapat, menurut pendapat al-Ashah pahala shalat telah sirna. Sedangkan menurut Muqabil al-Ashah pahalanya masih ada, keharaman hanya dari sudut ghashabnya saja. Perbedaan pendapat ini terjadi, tak lebih disebabkan sudut pandang penilaian yang berbeda antara keduanya. al-Ashah menganggap pahala tersebut hilang karena faktor sangsi akibat perbuatan haram yang dilakukan. Tinjauan dari Muqabil al-Ashah lebih menitik beratkan pada sisi ibadah yang secara asal mendatangkan pahala. Walaupun dari sisi sesuatu yang haram tetap mendapat sangsi (dosa), namun hal ini tidak sampai melenyapkan balasan pahala atau paling tidak menghilangkan sebagian pahalanya saja.

غاية الوصول ص 383 | دييانتما سورابيا
(و) الأصح (أنه) أي فاعلها على القول بصحتها (لا يثاب) عليها عقوبة له عليها من جهة الغصب، وقيل يثاب عليها من جهة الصلاة وإن عوقب من جهة الغصب فقد يعاقب بغير حرمان الثوب أو بحرمان بعضه. إهـ
Sesuai praktik di lapangan group-group shalawat yang mengemas shalawat dengan iringan alat musik sebagaimana kita ketahui, kalau memang termotifasi agar shalawat lebih tersosialisasi, digemari segala umur atau dasar demi terbendungnya budaya Eropa yang semakin gemar meneror generasi muda dengan berbagai budaya seni musik yang sarat dengan kemaksiatan, semoga dengan lantaran niat mulia dan pahala bacaan shalawatnya dapat sebagai perimbangan dari kalkulasi antara keharaman dan pahala yang didapat atau justru di-ma'fu dan diberi pahala yang berlimpah.
Catatan :
(*) Selain alat-alat musik yang telah tercantum dalam nash seperti al-Autar, al-Mazamir dan Thabl al-Kubah. Alat musik yang tergolong haram adalah suatu alat yang bila dibunyikan tanpa disertai nyanyian dapat menimbulkan hasrat bergoyang atau berjoget bagi orang yang mendengarkannya. Batasan semacam ini mengacu pada 'illat sebagaimana berikut :
a) Mendorong seseorang untuk meminum minuman keras, biasanya seseorang kalau sudah mendengar bunyi-bunyian menganggap bahwa nikmat yang didapat terasa kurang lengkap tanpa kehadiran minuman keras.
b) Untuk nisbatnya para peminum yunior keberadaan musik adalah sebagai sesuatu yang menimbulkan kenangan akan kalangan para peminum dan menggugah serta merangsang keinginannya untuk meminum lagi sehingga ia menjadi pecandu.
c) Karena bermain musik merupakan kebiasaan yang dilakukan orang fasiq, maka menggunakan kebiasaannya hukumnya juga haram, sebab terdapat unsur tasyabbuh (serupa) dengan orang fasiq. Sedangkan Rasulullah SAW. bersabda "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongannya". al-Hadits

Dan selain dari pada tersebut karena berpeluang besar mengarahkan seseorang terhadap kelalaian dari selalu ingat dan taat kepada Allah SWT., dan mendorong hawa nafsu untuk selalu berbuat maksiat. Di antara alat-alat tersebut adalah 'Aud (gambus; mandolin), Thanbur (sejenis gitar; rebab), Mi'zafah (alat musik yang bersenar banyak; piano), Mizmar (alat musik tiup; klarinet; seruling), Nayat (sejenis seruling), Akbar (gendang), dan dari semua jenis alat musik yang dengan sendirinya, tanpa diiringi nyanyian syair, bisa membuat terlena dan merangsang untuk berjoget (al-Muttharibah), atau alat-alat yang di dalamnya terkandung tiga 'illat sebagaimana tersebut di atas. (Ihya` 'Ulum al-Diin, juz 2, hal. 269-270; Daar al-Fikr; Ittihaf al-Saadat, juz 6, hal. 475; Daar al-Fikr; al-Zawajir, juz 2, hal. 340; Daar al-Kutub al-Ilmiyyah; Raudh al-Thalibin, juz 11, hal. 228; al-Maktab al-Islamiy)

Wallahu A'lam Bisshawab.

============================================





BAB II
PENUTUP


A. Kesimpulan
Bersholawat kepada Nabi Muhammad  SAW merupakan salah satu ibadah yang sangat agung. Ia termasuk dalam amalan-amalan ringan yang sangat besar pahala dan keutamaannya. Seorang muslim yang setia dan mencintai Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan baik dan benar akan senantiasa memperbanyak sholawat dan salam kepada beliau sesuai dengan bacaan yang diajarkan dan dicontohkan oleh beliau.
Sholawat menurut bahasa ialah ada dua makna yakni do’a atau mendoakan agar diberkahi, adapun yang kedua ialah beribadah kepada Allah SWT semata-mata untuk mencari RidoNya,
Adapun menurut istilah sholawat merupakan puji-pujian yang ditujukan kepada baginda Rasulullah S.A.W. hadits-hadits yang mensyari’atkan perintah untuk bersholawat kepada Rasulullah adalah sebagai berikut
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم : لا تجعلوا بيوتكم ولا تجعلوا قبري عيدا و صلوا عليّ فإنّ صلاتكم تبلغني حيث كنتم
Dari Abu Hurairah bersabda: “ Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kunuran, dan jangnalah kalian menjadikan kunuranku sebagai tempat perayaan, bersholawatlah kepadaku karena sesungguhnya ucapan sholawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun kalaian berada”. (HR. Abu Daud) dengan sanad Hasan
Dalam kitabnya, Al Umm, Imam Asy Syafi’i rahimahullah menegaskan lagi bahwa:
“Seorang lelaki yang menyanyi dan menjadikannya sebagai pekerjaan, adakalanya ia diundang dan adakalanya ia didatangi sehingga ia dikenal dengan sebutan penyanyi, juga seseorang wanita (yang seperti itu), maka tidak diterima sumpah persaksiannya. Karena menyanyi termasuk permainan yang dibenci. Tetapi, adalah yang lebih tepat, siapa saja yang melakukannya, maka ia disebut sebagai orang dungu (bodoh) dan mereka termasuk orang yang sudah tiada harga diri (jatuh kehormatannya)…" (Asy Syafi’i, Al Umm, 6/226).
Ketika beriringan dengan alat-alat musik yang diharamkan (*). Pendapat ini merupakan pengejawantahan dari qa`idah :
إذا إجتمع الحلال والحرام غلب الحرام
Artinya : "Ketika berkumpul antara halal dan haram maka yang dimenangkan adalah yang haram".

B. Saran
Hukum dalam Islam yang dikenal dengan hukum taklifi yang membatasi diri kita untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perbuatan ada lima yakni wajib , sunnah (mandub), mubah, makruh, haram. Bahkan pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam , pada resepsi pernikahan, adalah hal yang umum diisi dengan hiburan berupa melantunkan syair pujian yang diiringi alat musik seperti rebana.
Dalam madzhab Asy Syafi’i sendiri dinyatakan bahwa: “Diharamkan menggunakan dan mendengar alat-alat musik seperti biola, gambus, shonji (yaitu dua piring tembaga yang saling dipukulkan agar menghasilkan bunyi), gendang, seruling, dan sebagainya. Setiap alat musik yang bertali adalah haram tanpa hilaf. Dibolehkan duff (rebana) bagi majlis resepsi pernikahan, berkhitan, atau sejenisnya. Nyanyian jika tanpa alat musik, hukumnya makruh (dibenci) dan jika dengan diiringi alat-alat musik hukumnya adalah haram." (Lihat perbahasannya dalam kitab Mughni Al Muhtaj ila Ma’rifah Al Faz Al Minhaj, Kitab Asy Syahadat karya Imam Muhammad bin Ahmad bin Al Khathib Asy Syarbini).



DAFTAR PUSTAKA




Bahstul Masail PCNU Jember, Tim. 2008. Membongkar Kebohongan Buku “mantan kiai NU menggugat sholawat & dzikir syirik (H. Mahrus Ali). Jember: Khalista
Abu Mu’awiyah, Hammad. 2007. Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi. Gowa: Maktabah al-Tsariyah.
Ali, Mahrus. 2007. Mantan kiai NU menggugat sholawat & dzikir syirik.
http://fadilmahmud.blogspot.co.id/2016/12/makalah-sholawat.html
https://rumaysho.com/11116-hukum-shalawatan-diiringi-hadrah-dan-arawis.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar